Cerita Prasmul
Tan Wijaya: Beda Situasi, Beda Cara Memimpin – Alumni Success Story

Tan Wijaya: Beda Situasi, Beda Cara Memimpin – Alumni Success Story

Banyak orang menggemari pekerjaan yang ‘stabil’ alias pekerjaan yang berjalan sistematis, tidak menghadapi banyak persoalan, dan teruji keberhasilannya. Kesibukan seperti ini seringkali lebih diminati sebab intensitas stres yang dikandungnya dinilai tak terlalu tinggi. Namun, stabilitas itu justru kurang disukai oleh Tan Wijaya yang membutuhkan never ending learning experience dalam karirnya.

Mengawali karirnya di IBM Indonesia sebagai Territory Solution Partner Manager pada tahun 2007, Tan merasa culture, tools, people, dan value yang dimiliki perusahaan ini sangat sesuai dengan kepribadiannya yang mudah bosan. Sistem kerja di IBM mendorongnya untuk terus belajar dan memperkaya pengalaman, sebab IBM memperbolehkan Tan untuk mencicipi berbagai jabatan dan divisi. Hal ini, pada akhirnya, menumbuhkan loyalitasnya terhadap perusahaan..

From Manager to President Director

sumber foto: twitter @TanWijaya80

22 tahun setelah bergabung, Tan Wijaya resmi diangkat sebagai Presiden Direktur PT. IBM Indonesia di usianya yang relatif masih muda, 37 tahun. Penunjukan ini, menurutnya, tak mungkin terjadi jika tidak didukung oleh kultur yang diadopsi perusahaan, “Di perusahaan lain, kita harus tunggu bos kita untuk naik jabatan baru bisa dipromosikan,” tuturnya. “Tapi di IBM sistemnya cepet-cepetan; siapa yang lebih perform, siapa yang punya value, dia akan dipromosikan dengan lebih cepat.”

Untuk menuju puncak kepemimpinan, berkali-kali Tan harus melalui berbagai pelatihan guna membuktikan kelayakannya memimpin perusahaan multinasional. Sebelum diangkat menjadi manajer, misalnya, Ia wajib menjalani “kuliah setahun” yang mengajarinya memimpin berbagai tipe sumber daya manusia. “Seringkali kita harus mengatur orang yang kerjanya di luar negeri, orang yang lebih pintar dari kita, ataupun yang lebih senior dari kita. Sebagai pemimpin, kita harus tahu treatment yang tepat untuk setiap karakteristik,” ungkap Tan. 

Tan mengaku, riwayat pendidikannya di MM Business Management Prasetiya Mulya sangat membantunya melalui pelatihan dan asesmen yang harus ia lewati. Ia mengungkapkan, “Training di IBM itu seperti mini MBA dimana kami mengupas Harvard Business Review. Karena saya sudah sering menghadapi studi kasus di Prasmul, mudah sekali saya melewati 5 hari itu!” ujar Tan bersemangat. 

Tan Wijaya As A Leader

Ditanyai soal gaya kepemimpinan, Tan mengaku tidak memiliki ciri yang khusus. Ia justru lebih nyaman menerapkan situational leadership, “Setiap momen membutuhkan suatu gaya kepemimpinan tertentu, dan kita harus pandai mengelola dinamikanya,” ujar Tan. Menurutnya, pemimpin harus mampu menilai kapan ia membutuhkan ketegasan, toleransi, maupun inovasi. 

“Untuk menerapkan situational leadership, pemimpin harus benar-benar mengenali dirinya sendiri,” tuturnya. “Contohnya saya. Di kondisi normal, saya memiliki helicopter view. Tapi begitu saya berada dalam tekanan, saya langsung menjadi detail-oriented.” Ia pun menambahkan dengan memahami kepribadian masing-masing, pemimpin dapat mengatur strategi untuk menangani blindspot yang ia miliki.

“Tanggung jawab dari perusahaan adalah untuk mewujudkan mimpi dari pekerjanya masing-masing”

Tan Wijaya

Kenyamanan dan keserasian antara pekerja dan pimpinan pun menjadi perhatian Tan dalam memimpin. Salah satu kiatnya dalam mengatur dinamika ini adalah dengan mengobservasi motivasi para pekerja, “biasanya (motivasi pekerja) terbagi atas 3 kategori; orang yang butuh kompensasi lebih, yang butuh career enhancement, atau yang mementingkan comfort zone.” Menurut Tan, Mengelola motivasi, disandingkan dengan kemampuan memilih anggota akan mendorong sebuah tim bekerja dengan lebih efektif dalam mencapai tujuan bersama.

More Advice for Future Leaders

Menutup sesi wawancaranya sore itu, Tan Wijaya menyebutkan bahwa para pemimpin masa kini dan masa depan harus menjadi T-shaped person, yaitu orang yang berpengetahuan luas dan mendalam. “Zaman sekarang, pengetahuan yang terspesialisasi saja tidak cukup,” jelasnya. “Kalau Anda cuma menjadi spesialis bidang A saja, Anda akan kehilangan kesempatan B karena tidak cukup pengalaman dalam menanganinya.

Ia pun menambahkan tips agar bisa menjadi T-shaped person dengan waktu yang terbatas. “Saya selalu memegang teguh prinsip you need to end when you start,” sebut Tan. “Sebelum Anda menerima sebuah role baru, terlebih dahulu anda harus menentukan tujuan Anda, dan berapa lama mencapainya.” Prinsip ini, menurutnya, membantu leader untuk berhenti membuang waktu dalam mencapai ‘akhir’, sekaligus membangkitkan motivasi jika terjadi halangan di tengah jalan.

Witha Shofani

Add comment

Translate »