Cerita Prasmul
Sepak Terjang Ine Yordenaya, Alumnus MM Prasmul yang Menembus Dunia Jurnalistik

Sepak Terjang Ine Yordenaya, Alumnus MM Prasmul yang Menembus Dunia Jurnalistik

Ketika Ine Yordenaya meninggalkan kantor yang telah disinggahinya selama 13 tahun untuk membangun bisnis baru, ia menerima respons yang sama hampir dari semua orang: “Ngapain sih bikin media lagi? Toh ujungnya akan sama saja kayak yang lain!”

Kumparan, begitu dikenal namanya, sukses diluncurkan pada tahun 2017 oleh Ine dan keempat temannya. Membuktikan para skeptis salah, Kumparan dianggap sebagai produk unik yang dipercaya dapat merevolusi industri media. Lantas, apa yang membuat alumnus MM Prasetiya Mulya ini berani menerobos segala dinding keraguan?

Kumparan dan Media yang Rusak

Hampir semua pendiri Kumparan, termasuk Ine, memiliki latar belakang wartawan. “Kami sebagai media memiliki tanggung jawab secara moral untuk mengedarkan berita serta informasi penting,” kata Ine. Namun apa daya, dengan teknologi yang kian canggih dan platform yang semakin memadai, berita palsu jadi lebih mudah disebar dan diserap masyarakat.

Ine Yordenaya bekerja di detik.com selama 13 tahun sebelum resign untuk mendirikan Kumparan.

The media is broken. – Ine Yordenaya

Terhadap problem ini, para Founder Kumparan ingin menawarkan sebuah solusi baru. “Kolaborasi jadi spirit kami,” ungkap Ine. “Kami percaya media tidak bisa berdiri sendiri. Oke, kamu punya tim editorial yang hebat, terus apa? Kalau mau berkembang, kami harus tambah wartawan. Maka dari itu kami pikir harus berkolaborasi.”

Semangat kolaborasi tidak hanya tampak dari sisi konten saja, karena wujud Kumparan sendiri merangkul media tradisional sekaligus media sosial. Bukan cuma medium untuk menyebarluaskan informasi, teknologi menjadi fondasi utama di mana situs Kumparan berpijak.

Tampilan website Kumparan yang modern dan enak dipandang.
Opsi kostumisasi halaman pribadi juga dapat dilakukan di aplikasi Kumparan yang bisa diunduh di iOS dan Android.

Inilah yang menjadi daya tarik Kumparan. Baik melalui website atau aplikasi yang diunduh pada smartphone, para penikmat berita dapat berinteraksi satu sama lain, memberikan likes, mengatur halaman sesuai minat masing-masing, bahkan mengkontribusikan aspirasi atau ilmu melalui artikel. Pada akhirnya, Kumparan mengubah pengalaman membaca berita menjadi lebih istimewa dan personal.

Semua orang dapat berkolaborasi dan memberikan dampak baik. Di Kumparan, it’s only one click away.

Memang, media memiliki kekuatan untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat. Sebagai wartawan, Ine pun pernah berpartisipasi dalam gerakan untuk memberikan seorang kakek tunawisma sebuah rumah. Betapa mengharukan cerita tersebut, Ine ingin lebih dari itu. “Kami tidak mau media jadi satu-satunya alat penggerak. Kami mau orang lain ikut berperan dalam melakukan perubahan,” tekan sang Chief Operating Officer ini. “Kumparan menjadi wadah tersebut.”

Diserbu 27 Ribu Lamaran

Sebagai mantan wartawan, Ine sadar akan keterbatasan ilmu yang ia miliki. “Kami tidak tahu-menahu perihal teknologi, marketing, accounting dan lainnya,” ujarnya. “Untuk mengeksekusikan ide, kami membutuhkan tim yang bukan hanya solid, tapi juga capable.

Ide bisa bagus dan inovatif. Tapi tanpa tim, para Founder tidak akan bisa ke mana-mana.

Masalahnya satu, Kumparan belum cukup nama untuk memikat kepercayaan orang lain, terutama pegawai baru. Mengundang pihak luar menjadi sebuah struggle bagi Ine dan kawan-kawannya. Tidak ada yang ingin mengambil risiko di bisnis yang belum berkembang dan belum jelas tempat berlabuhnya. Menurut Ine, ini merupakan tahap yang paling sulit.

Ine bersama Hugo Diba dan Arifin Asydhad, yang juga merupakan pendiri Kumparan. (Sumber: Instagram @hugodiba)

Tak disangka bahwa kurang dari satu tahun kemudian, Kumparan menerima feedback positif dari masyarakat. Beranjak secara perlahan tapi pasti, Ine mengingat kembali momen ketika Kumparan meluncurkan kampanye 1001 Lowongan. “Kampanye ini bertujuan untuk merekrut wartawan. Kami menerima sebanyak 27 ribu lamaran,” tuturnya takjub. “Jangka waktunya memang pendek, tapi bagi kami yang menjalankan, rasanya lama banget!”

Kembali ke Kampus Sebelum Berbisnis

Seperti yang ia akui sebelumnya, teknologi memang bukan bidang yang Ine kuasai sepenuhnya. Namun ia memiliki andil di sektor lain, yaitu bisnis. Sebelum mencetuskan ide Kumparan, bahkan sebelum punya rencana berbisnis, Ine memutuskan untuk mengambil gelar Magister Manajemen di Universitas Prasetiya Mulya. Jurnalis yang bergabung di Prasmul pada tahun 2005 ini mengaku bahwa berkuliah dan mengejar ilmu merupakan caranya untuk menghabiskan waktu sembari bekerja full-time.

Ine sebagai salah satu pembicara di ajang Scale Up! Hacking Your Business Growth Paths bulan Juni lalu.

“Jujur, saya belum terbayang akan berbisnis,” tawa Ine. “Tapi saat kami mulai membangun Kumparan, saya throwback ke masa-masa kuliah. Semua yang telah saya pelajari di Prasmul ternyata sangat berguna, seperti pembuatan business plan.”

Ine pun menyinggung program terbaru Prasetiya Mulya, New Ventures Innovation (NVI), yang fokus pada wirausahawan yang ingin membangun bisnis startup. Kehadirannya satu tahun setelah launching Kumparan tak runtuhkan ketertarikan Ine untuk mengikuti NVI demi mengasah soft skills, terutama dalam leadership. Sebagai Founder dalam sebuah bisnis startup, leadership skills jadi hal yang penting karena ia pun harus turut beradaptasi dengan laju perusahaan yang pesat. “Apa yang sebaiknya dilakukan kalau sudah mentok? Seperti apa reaksi kita? Hal ini bisa didapatkan di Program NVI Prasetiya Mulya,” paparnya.

Hal Paling Penting Bagi Ine

Bicara soal tim, Ine merasa beruntung telah mengenal para Founder sejak lama, sehingga penjalinan chemistry pun bukan jadi suatu perkara. “Kebetulan, kami para pendiri Kumparan memang berteman,” Ine mengatakan. “Selain chemistry, lebih penting lagi adalah kami memiliki visi dan tujuan yang sama.”

Jumlah tim Kumparan sudah mencapai ratusan orang. (Sumber: Instagram @lifeatkumparan)

Namun dengan traffic website yang terus melambung, kebutuhan Kumparan pun turut meningkat. Tidak lagi berlima, Ine menyatakan bahwa tim Kumparan kini berjumlah 320 orang. Tantangan dalam menjaga solidaritas serta kekompakan tidak dipandang sebelah mata olehnya. Lalu, bagaimana cara Ine mempertahankan tim yang ia nomorsatukan tersebut

“Kalau di ruang meeting seseorang bisa menggebrak meja, namun menanyakan perihal malam mingguan ketika sudah masuk jam istirahat, maka Anda tidak perlu khawatir soal solidaritas,” paparnya.

Jika personal chemistry tercapai, maka tidak akan ada masalah dalam professional chemistry.

Bekerja dengan tim yang beranggotakan latar belakang beragam bukan merupakan hal baru bagi Ine. Layaknya semangat yang ditanam Kumparan, kolaborasi pun adalah jantung dari learning process di Program MM Prasetiya Mulya. Mengerjakan berbagai macam tugas grup selama dua tahun berkuliah di Prasmul tentu semakin mengukuhkan team work skills Ine.

Give back Untuk Almamater dan Bangsa

Dengan jiwa entrepreneurship yang lebih runcing, Ine sadar bahwa ada banyak orang passionate yang tidak memiliki resources untuk memulai bisnis, khususnya untuk membangun media online. Gerakan 1001 Media jadi salah satu upaya Ine dan Kumparan untuk give back pada masyarakat Indonesia. Membuktikan posisi Kumparan sebagai kolaborator, bukan pesaing, program ini hadir untuk memberikan pelatihan dari sisi platform, konten, sampai periklanan.

Track record saya sebagai pengusaha memang masih pendek. Tapi dengan sharing, saya harap bisa memberikan manfaat jangka panjang bagi para wirausahawan muda.”

mm

Sky Drupadi

Add comment

Translate »