Cerita Prasmul
Mengenal Prasmulyan Kembar: Dari Jurusan Hingga IPK Serba Serupa! | Prasmulyan Story

Mengenal Prasmulyan Kembar: Dari Jurusan Hingga IPK Serba Serupa! | Prasmulyan Story

Di lingkungan Prasetiya Mulya, satu kampus dengan kakak atau adik kandung adalah hal yang lumrah adanya. Namun, bagaimana jika sekampus bersama saudara kembar? Karena populasi anak kembar cenderung sedikit, kehadiran mereka pastinya selalu mengundang rasa penasaran.

Kali ini, Ceritaprasmul.com berhasil berbincang dengan mahasiswa kembar, yaitu Edwen Huang Gara dan Edwin Huang Gara (Mahasiswa S1 Branding 2016) serta Audi Ramly dan Aldo Ramly (Mahasiswa S1 Accounting 2016). Kira- kira, hal apa sih yang mendorong mereka berkuliah di tempat yang sama dan seperti apakah keseruan serta tantangan yang mereka hadapi? Simak kisahnya yuk!.

Gagal berulang kali

Perjuangan duo Huang Gara maupun duo Ramly untuk memiliki predikat sebagai mahasiswa Prasetiya Mulya memang tidak semudah yang dibayangkan. Keempatnya sepakat bahwa keunggulan Prasmul dalam paparan ilmu bisnis yang komprehensif-lah yang mendorong mereka mencoba peruntungan dengan mengikuti tes masuk Prasmul, hingga lebih dari satu kali.

Edwin menjelaskan “Setelah lulus, kami langsung mengikuti tes masuk Prasmul di Jambi, namun ternyata gagal.” Edwen pun menambahkan “Bahkan di tes kedua, ketika Edwin lolos, saya kembali gagal. Saat itu sempat pesimis. Namun orang tua mendorong untuk coba tes lagi, dan akhirnya diterima di tes ketiga dengan jurusan S1 Branding.”

Momen saat Introductory Program: Audi & Aldo (paling kiri) serta Edwen & Edwin (paling kanan)

Setali tiga uang, Audi dan Aldo pun mengalami kegagalan berulang sebelum akhirnya diterima. “Saya ikut tes masuk Prasmul dua kali, pada tes yang kedua akhirnya diterima juga,” Papar Aldo. Seperti ditakdirkan untuk selalu bersama, Audi yang berniat untuk masuk S1 Finance pun akhirnya masuk jurusan serupa dengan Aldo, yaitu S1 Accounting “Saya lolos S1 Accounting pada tes kedua, tapi masih penasaran pengin masuk S1 Finance. Kemudian gagal lagi di tes ketiga, ternyata memang takdirnya di jurusan yang sama.” papar Audi.

Sadar bahwa masuk Prasmul tidak semudah swasta lain, kini mereka sangat bersyukur. Prasmul banyak mendorong pengembangan wawasan dan karakter mereka. Dorongan Faculty Member Prasmul juga menjadi salah satu penyemangat  belajar mereka. Ditanya mengenai sosok dosen terfavorit, Edwen mengidolakan Pak Iwan Kahfi yang menurutnya semangat dalam mengasah kemampuan mahasiswanya, dan Edwin nyaman dengan cara mengajar Bu Istibudhi Setiawati yang ceria. Sementara Audi menyukai pembawaan Pak Yohanes Kadarusman dan Aldo menganggap Bu Titin Pranoto sebagai sosok yang menyenangkan dalam mengajar.

Memanfaatkan kesamaan dan melawan tantangan

Layaknya anak kembar, banyak kisah hidup yang mereka jalani secara bersama-sama. Meski pernah didera rasa bosan, mereka merasa banyak keuntungan yang bisa dimanfaatkan jika mereka kuliah dalam kampus yang sama.

Ibarat punya ‘mata-mata’, mereka bisa saling bertukar informasi tentang apa yang diperoleh di kelas masing-masing. “Banyak enaknya kalau se-kampus, apalagi se-jurusan. Misalnya ada kuis di kelas Edwin, saya bisa lumayan dapat kisi-kisi. Kami juga sering bertukar materi hingga buku-pun bisa barengan,” jelas Edwen dengan tawa. Edwin menambahkan “Walaupuan Edwen itu kakak, dia tuh kurang mandiri. Saya yang bantu bangunin, sampai ingetin tugas dia. Makanya, lebih mudah kalau kami satu kampus, apalagi kami merantau dari Jambi.”Audi & Aldo juga merasa banyak kemudahan jika bersama, “Transportasi jadi lebih gampang kalau sekampus, jadwal liburan juga sama. Kami bisa saling ngingetin tugas dan nyambung kalau ngobrol soal pelajaran sampai berbagi kelelahan selama kuliah.”

Meski kembar, karakter Edwen (kanan) & Edwin (kiri) tak selalu identik

Seperti dua sisi mata uang yang berbeda, memiliki saudara kembar juga banyak tantangannya. Karena selalu diidentikan, tak jarang apa yang menjadi kelebihan yang satu akan di komparasikan dengan lainnya. “Persaingannya masih dalam batas positif sih, paling saingan siapa yang lebih sukses duluan. Kadang kalau salah satu dari kita dapat prestasi, timbul acuan untuk berprestasi juga,” Ungkap Huang Gara bersaudara. Selama di Prasmul, mereka juga mengaku sempat berkompetisi untuk masuk dalam kepanitiaan. “Pernah kami berdua interview kepanitiaan untuk acara yang sama. Kalau sudah begitu, jiwa kompetitifnya kelihatan banget. Misal saya nanya, Edwin pura-pura ga paham, tapi pas di interview ngerti banget,” kisah Edwen.

Audi merasa, kultur di Prasmul sedikit banyak merubah pemikirannya dan saudara kembarnya untuk lebih open minded terhadap persaingan. “Jiwa kompetitif itu pasti ada. Tapi semakin dewasa, terutama berkat kultur di Prasmul, sikap kami lebih open minded tentang persaingan,” jelas Audi. Aldo juga menyampaikan “Ga ada yang pernah selalu di atas. Pasti ada saatnya Audi di atas dan sebaliknya. Ganti-gantian terus kok.”

Serba Serupa

Unik memang, keseragaman yang terjadi dalam hidup Huang Gara dan Ramly bersaudara terjadi berulang kali. Sejak TK hingga SMA, Audi & Aldo serta Edwen & Edwin selalu satu sekolah. Ketika mereka SMA, keempat mahasiswa Prasmul ini masuk dalam jurusan yang sama, yaitu IPA. Masuk ke Prasmul, mereka pun diterima dalam jurusan yang sama. Uniknya, tak hanya jurusan melainkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) Edwen dan Edwin serta Audi dan Aldo pun serupa.

“Kalau dari segi IPK, kami belum bersaing banget, karena sama persis,” tandas Edwen. Edwin mengaku, mereka juga heran ketika angka IPK mereka serba mirip “Lucunya, IPK kami berdua sama, saya 3.20, Edwen juga 3.20.” Ternyata, IPK 3.20 bukan hanya milik  Huang Gara bersaudara. Audi dan Aldo juga memiliki IPK 3.20. Wow!

Potret Aldo (Kiri) & Audi (Kanan) semasa kanak-kanak
Aldo semasa kuliah di Prasetiya Mulya
Audi semasa kuliah di Prasetiya Mulya

 

 

 

 

 

 

 

 

Tak berhenti disitu saja, dari hobi hingga cita-cita keempat mahasiswa Prasetiya Mulya angkatan 2016 ini juga seirama. Edwen & Edwin gemar bermain games bersama, sementara Audi & Aldo hobi olahraga, khususnya gym. Meski bukan mahasiswa S1 Business, mereka memiliki tujuan karir untuk menjadi entrepreneur. “Kami bercita-cita untuk punya bisnis. Bidangnya sih belum spesifik, yang pasti masing-masing harus jalani bisnis dalam sektor yang berbeda. Sehingga kalau satu gagal, yang satu bisa back up,” papar Edwen & Edwin. Di lain hal, Audi & Aldo sudah lebih spesifik soal bisnis yang ingin digeluti “Di zaman kuliah gini, banyak mahasiswa yang pulang pergi setiap minggu pakai travel. Seringkali, permintaan membludak dan membuat mereka full booked. Disitu kami melihat peluang dan tertarik untuk bisnis jasa travel.”

Edwen (Kiri) dan Edwin (Kanan) semasa bayi
Edwen semasa kuliah di Prasetiya Mulya
Edwin semasa kuliah di Prasetiya Mulya

 

 

 

 

 

 

 

 

Saling Mengisi

Meski banyak persamaan, mereka pun punya perbedaan dari segi sifat dan karakter. Aldo mengaku ia merupakan pribadi yang lebih santai dan suka becanda, sementara kembarannya lebih serius, rajin dan penuh pertimbangan. “ Ketika kami perlu mengambil keputusan yang cepat, biasanya saya yang ikutin Aldo. Tapi ketika masalah tugas, saya biasanya yang mengisi Aldo, ungkap Audi Ramly.

Sejalan dengan hal tersebut, Edwen & Edwin juga punya kisah bagaimana mereka saling mengisi ditengah perbedaan karakter. “Edwen itu cuek dalam segala hal, kurang peka. Jadi saya yang harus ngingetin dia terus. Tapi dibalik itu semua, dia sangat royal dan ga perhitungan sama saya,” ungkap Edwin. Menimpali apa yang disampaikan adiknya, Edwen pun menjawab “Edwin itu emosinya kurang stabil. Tapi kebaikannya dia itu perfeksionis dan peka banget. Misalnya, kalau ada pakaian yang belum dicuci, dia mau bantu cuci.”

Audi (kiri) dan Aldo (kanan) akui cukup akur karena jarang terpisah

Mereka adalah anak kembar yang termasuk akur. 19 tahun bersama, mereka tak pernah mengalami konflik yang berkepanjangan. “Kami berantem paling lama 10 menit, habis itu lupa lagi,” tawa Edwen & Edwin. Aldo dan saudaranya menambahkan “ Kami termasuk akur, jarang jauhan. Pernah sempat jauh saat salah satu dari kami ke Belitung (kampung halaman mereka-red) dan satunya di Jakarta, tapi itu pun ga lepas komunikasi.”

Menjadi kembar adalah kesempatan yang tak datang kepada semua orang. Jika diberi kesempatan untuk terlahir kembali, mereka pun sepakat untuk memilih tetap menjadi anak kembar. (Editor: VIO).

 

 

 

 

Add comment

Translate »