Cerita Prasmul
Sebuah Bacaan untuk yang Mengaku Branding Enthusiast (Bagian 2)

Sebuah Bacaan untuk yang Mengaku Branding Enthusiast (Bagian 2)

Oleh Tizar Shahwirman
S1 Branding 2013
Sekolah Bisnis dan Ekonomi Universitas Prasetiya Mulya

Hi Prasmulyan! Kali ini ceritaprasmul mau melanjutkan artikel yang ditunggu-tunggu oleh para brand enthusiast, yaitu mengenai esensi dan karakteristik branding dari kaca mata Pak Sakti  Makki (Creative Director dan Co-Founder of MakkiMakki Brand Consulting). Dalam artikel sebelumnya, Tizar sudah memaparkan  5 esensi branding yang dapat kalian baca disini . Untuk itu, yuk kita cek 6 esensi lainnya yang berhasil terangkum dalam artikel dibawah ini:

  1. Brand Must Be Distinctive

Tidak mudah untuk mendapatkan loyalitas konsumen. Menjadi berbeda dengan ‘memanusiakan brand’ kepada semua stakeholder perusahaan, terutama konsumen, merupakan aspek yang sangat penting. Memanusiakan berarti membuat atau mengembangkan brand seperti layaknya manusia yang memiliki karakter dan sifat yang bisa mengekspresikan dirinya layaknya manusia.

Menjadi berbeda berbasis insight yang didapat dari konsumen dan memanusiakan brand adalah hal yang mutlak harus dilakukan. Itulah yang dilakukan Dove ketika Dove menciptakan pembeda yang tidak bisa ditiru oleh kompetitornya. Menghadirkan idea ‘Real inner Beauty’ untuk para wanita yang tidak percaya diri karena external beauty adalah esensi dari Dove yang menjadi pembeda dengan para kompetitornya. Pembeda yang dimaksud bukan dari aspek produk, tetapi dari aspek esensi yang matters terhadap konsumen sehingga sulit bagi kompetitor untuk meniru Dove.

Kampanye Dove Real Beauty: Cara Dove mengemas perspektif cantik dari sisi yang berbeda
  1. Brand Must Be Expressive

Brand harus bisa mengekspresikan pembeda tersebut kepada konsumen dengan melibatkan kelima panca indra agar pesan dari esensi brand dapat diterima dengan baik di benak konsumen sehingga dapat membentuk persepsi yang diinginkan. Hal tersebut sangat penting untuk dilakukan karena branding is all about shaping consumer perception.

Nike bukan hanya sebuah brand olahraga, Nike menggerakan kita untuk membentuk kultur
  1. Brand Must Tell A Story

Dalam mengekspresikan esensi dari brand, telling a story about the essence of the brand adalah hal yang sangat penting karena hampir semua orang menyukai cerita. Kasus Hotel Shangri-la yang dipaparkan oleh Pak Sakti adalah contoh yang sangat menarik. Shangri-la menghadirkan cerita seorang wanita yang tersesat di gunung es dan diselamatkan oleh segerombolan serigala yang menghangatkan tubuh wanita tersebut dengan menyelimutinya.

Kampanye ‘In our Nature’ dari Shangri-La untuk menanamkan filosofi perusahaan di benak customer

Cerita Shangri-la tersebut menceritakan esensi dari brand, yaitu tidak memperlakukan konsumen sebagai raja, tetapi sebagai keluarga, dan hal itu Shangri-la akui sebagai bagian dari budaya perusahaan. Cerita tersebut memiliki dampak yang sangat signifikan, bukan saja terhadap objektif komunikasi, tetapi juga finansial perusahaan yang pada saat itu sedang mengalami keterpurukan.

  1. Brand Must Be Experiential

Mengekspresikan esensi dari brand melalui experience adalah hal yang penting demi membuat komunikasi dua arah antara brand dengan konsumen. Melalui experience yang melibatkan kelima panca indra manusia, konsumen dapat berinteraksi dengan brand sehingga persepsi dapat terbentuk secara baik.

Ford Mustang merupakan contoh yang sangat menarik yang dipaparkan oleh Pak Sakti, dimana Ford Mustang menghadirkan esensi brand yang ‘liar’ melalui experience dengan mengundang konsumen untuk menjadi penumpang sebuah mobil Ford Mustang yang dikendalikan dengan kecepatan yang sangat tinggi oleh seorang wanita yang memilik personifikasi ‘liar’. Dengan demikian, persepsi dapat terbentuk secara baik dengan melibatkan experience.

Sienna Miller (Aktris Ingris) sebagai spokeperson untuk Ford Mustang
  1. Brand Must Be Disruptive

Esensi suatu brand yang beda dengan kompetitor harus dikomunikasikan secara disruptive, yang berarti mengganggu pikiran konsumen agar menimbulkan pertanyaan lebih lanjut di dalam benak konsumen. Hal tersebut akan membuat konsumen penasaran dan mencari tahu lebih dalam mengenai brand anda. Biasanya, komunikasi yang implisit atau soft adalah metode yang efektif untuk membuat konsumen bertanya-tanya mengenai brand yang dikomunikasikan.

  1. Brand Is Your Currency

Pada akhirnya, brand harus menghasilkan output finansial. Menghasilkan awareness atau loyalty saja tidak cukup jika brand tidak membuat perusahaan mencapai tujuan finansialnya. Contoh Hotel Shangri-la yang dipaparkan sebelumnya merupakan contoh nyata bahwa esensi brand yang ditanamkan di seluruh proses bisnis dan melibatkan semua stakeholder dapat membantu perusahaan mencapai tujuan finansialnya.

Coca Cola juga merupakan contoh yang menarik, dimana harga brand Coca Cola sebagai intangible asset jauh lebih mahal dari tangible asset yang dimiliki oleh Coca Cola. Dapat disimpulkan bahwa brand tidak hanya berpengaruh terhadap customer value, tetapi juga shareholder value yang menjadi aspek penting dalam keberlangsungan jangka panjang perusahaan. So, brand is your currency, aren’t you?

Dengan demikian, membangun atau mengembangkan perusahaan secara komprehensif dengan melibatkan semua stakeholder dan proses bisnis yang berbasis esensi brand adalah sebuah keharusan. Brand dan proses bisnis tidak lagi dapat dipisahkan dan apapun yang kita lakukan demi mencapai value chain yang baik merupakan bagian dari proses branding karena brand tidak hanya menentukan reputasi yang baik, tetapi juga keberlangsungan finansial jangka panjang perusahaan.

Brand as the end in mind, Brand as a holistic view, Brand is a business strategy, Brand is a value creation, Brand is an on-going concern, Brand is a management tool, Brand is an investment, BRAND IS EVERYTHING.

Sumber gambar:

 

Add comment

Translate »